Sepatu Untuk Sahabat
“Ratnaaaa….tungguuu,”teriak
Wulan sambil berlari mengejar Ratna yang terlihat terburu-buru meninggalkan
halaman sekolah. Ratna menoleh sambil tersenyum. Sahabatnya itu kelihatan
kerepotan membawa tas sekolahnya yang besar sambil menenteng kantong plastik yang
entah apa isinya.
“Kamu
kok tidak menunggu aku sih,”dengus Wulan sebal melihat Ratna tersenyum
menertawakan kerepotannya.
“Habis
kamu lama amat mengurus barang-barangmu yang segudang itu,”jawab Ratna sambil
lalu. “Ibu menyuruhku cepat-cepat pulang karena hari ini beliau mau pergi ke
rumah tetangga yang sedang melaksanakan hajatan. Aku harus menjaga adikku yang
masih kecil selama ibu pergi,”sambung Ratna menjelaskan.
“Oh,
ngomong dong dari tadi,”sahut Wulan masih menunjukkan wajah kesalnya.
“Ini
udah ngomong neeekkk,”balas Ratna sambil mencubit pipi Wulan. “Kamu aja yang
selalu pakai gerakan lambat sehingga selalu tertinggal. Apa sih yang kamu
kerjakan tadi Lan?” tanya Ratna sambil melirik kantong plastik yang berada di
tangan Wulan.
“Oh….Cuma
sampah kok Rat,”Wulan menjawab sambil membuka sedikit kantong plastik hitam
yang berada di tangannya. Ratna mengerutkan kening sambil berkata,”Tumben kamu
rajin ngumpulin sampah-sampah. Untuk apa itu Lan?” Tanya Ratna penasaran.
“Ada
deehh,…” jawab Wulan sambil mengedipkan matanya. “Mau tau aja apa mau tau
banget?” canda Wulan menggoda Ratna. Ratna hanya mengangkat bahunya lantas
kembali berjalan mendahului Wulan.
“Eh
Ratna,…kamu marah ya?” Tanya Wulan menjejeri langkah Ratna.
‘Gak
kok Lan, aku cuma terburu-buru saja. Ibu pasti sudah menungguku,” sahut Ratna
sambil menunduk melepaskan sepatunya. Sepatu tersebut dimasukkannya ke dalam
kantong plastic lalu dimasukkan lagi ke dalam tasnya. Wulan memperhatikan apa
yang dilakukan Ratna. Dia tidak perlu bertanya kenapa Ratna melepaskan
sepatunya. Sebagai teman sebangku Wulan sangat paham bahwa sepatu Ratna sudah
lama robek bagian depannya. Sepatu itu sudah pernah dijahit namun kembali robek
karena memang sepatu itu sudah tua dan lapuk. Orang tua Ratna belum mempunyai
uang untuk membelikannya sepatu baru. Sebagai anak yang sangat mengerti
kesulitan orang tuanya, Ratna tahu bahwa orang tuanya belum mampu mengganti
sepatunya dengan sepatu yang baru. Maka untuk mencegah agar sepatunya tidak semakin
rusak, setiap pulang sekolah Ratna menyimpan sepatunya dalam tas dan dia pulang
memakai sandal jepit yang memang sengaja dibawanya dari rumah. Sedih hati Wulan
melihat keadaan sahabatnya itu, namun di sisi yang lain dia juga salut melihat
Ratna tidak pernah mengeluh dan tidak terlihat sedih. Ingin Wulan membantu
Ratna dengan membelikannya sepatu baru namun apa daya dia sendiri tidak
memiliki uang untuk membantu Ratna. Keluarganya juga bukan tergolong keluarga
mampu. Ayahnya hanya seorang nelayan kecil yang sehari-hari menggantungkan
hidupnya dengan mencari ikan di laut. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga
biasa yang kerjanya hanya mengurus rumah tangga. Namun diam-diam Wulan memiliki
tekad yang kuat untuk membantu sahabatnya itu. Dia akan memberikan Ratna sepatu
baru pas di hari ulang tahunnya nanti. Itulah mengapa dia memungut sampah
plastik bekas air mineral sepulang sekolah tadi. Rencananya sampah-sampah
plastic itu akan dijualnya kepada Bu Yanti tetangga dekat rumahnya yang
memiliki usaha membuat tas dan barang-barang kerajinan tangan lainnya. Wulan
sering melihat Bu Yanti membeli sampah plastic bekas air mineral tersebut dari
orang yang mengantarkannya ke rumah Bu Yanti. Wulan pun lantas mempunyai ide
untuk mengumpulkan sampah-sampah yang banyak berserakan di sekolahnya itu.
Nanti kalau uangnya sudah terkumpul banyak maka dia akan membelikan sepatu
untuk Ratna. Wulan tersenyum senang membayangkan bila nanti usahanya itu
berhasil.
“Hei,…kok
malah melamun,” Ratna menyengggol tangan Wulan. “Ayok cepat, aku tidak mau
dimarahi ibu.” Wulan pun bergegas mengikuti langkah Ratna. Di pertigaan mereka
berpisah, Ratna belok ke kiri sedangkan Wulan belok ke kanan.
Sore
harinya Wulan mendatangi rumah Bu Yanti.
“Assalamualaikum,”
ucap Wulan di depan pintu.
“Waalaikumsalam,”
terdengar jawaban dari dalam. Seseorang datang membukakan pintu.
“Oh,
nak Wulan rupanya. Ibu kirain siapa tadi,” kata Bu Yanti ramah. “Masuklah,
kebetulan ibu lagi sendirian di rumah. Ada yang bisa ibu bantu?” Tanya Bu
Yanti.
“Anu
bu, saya ingin menjual sampah bekas air mineral ini kepada ibu,” sahut Wulan
malu-malu. Bu Yanti terlihat agak terkejut dan baru menyadari bahwa Wulan
membawa sesuatu di tangannya.
“Lho,
kamu memungut sampah-sampah ini Wulan?” Tanya Bu Yanti keheranan. “Untuk apa
kamu melakukan ini? Apa ibumu tahu bahwa kamu memungut sampah-sampah ini?”
Tanya Bu Yanti bertubi-tubi. Wulan gelagapan ditanya seperti itu. Dia tidak
bisa menjawab, hanya berdiri salah tingkah. Bu Yanti yang menyadari bahwa Wulan
merasa serba salah lantas mempersilakannya duduk.
“Duduklah
Wulan. Kebetulan Ibu sedang menggoreng ubi di belakang. Kamu tunggu sebentar
ya.” Kata Bu Yanti sambil beranjak masuk ke dapur. Wulan duduk di kursi palstik
yang ada di ruang tengah rumah Bu Yanti. Hatinya bimbang apakah sebaiknya
berterus terang saja kepada Bu Yanti tentang rencananya membantu Ratna ataukah
tetap menyembunyikan rencana tersebut dari siapapun.
Tak
lama Bu Yanti muncul dengan sepiring kecil ubi goreng yang masih mengepulkan
asap. Bu Yanti meletakkan piring tersebut di meja di depan Wulan.
“Yuk
Wulan, ubinya dimakan jangan malu-malu,” ujar Bu Yanti sambil mengambil satu
untuk dirinya sendiri. “Sambil makan ubi kamu bisa bercerita untuk apa kamu
tiba-tiba datang kemari membawa sampah-sampah itu untuk dijual kepada ibu. Ibu
hanya ingin memastikan apakah orang tuamu yang menyuruh kamu melakukan
pekerjaan ini atau semua ini atas keinginan kamu sendiri?” Bu Yanti kembali
bertanya kepada Wulan.
Perlahan
Wulan lantas bercerita alasan apa yang membuatnya memungut sampah-sampah itu.
Wulan bercerita bahwa dia ingin membelikan sepatu baru untuk Ratna, sahabat
karibnya. Bu Yanti tercengang mendengar penjelasan Wulan. Dia merasa terharu
karena anak seusia Wulan sudah memiliki empati yang tinggi untuk menolong orang
lain sekaligus mempunyai ide yang unik yang tidak terfikirkan oleh orang lain.
“Hmm,..baiklah.
Ibu akan membantu kamu mewujudkan rencanamu itu. Ibu akan membeli semua sampah
bekas wadah air mineral yang sudah kamu kumpulkan itu.”
Wulan
sangat senang mendengar ucapan Bu Ratna.
“Terimakasih
bu, besok saya akan datang lagi membawa plastic-plastik bekas seperti yang saya
bawa hari ini. Saya akan membawanya setiap hari sampai uangnya cukup untuk
membeli sepatu.” ujar Wulan antusias. Bu Yanti hanya tersenyum sambil
mengangguk. Wulan lantas pamit pulang setelah menghabiskan beberapa potong ubi
goreng.
Keesokan
harinya sepulang sekolah Wulan kembali mendatangi rumah Bu Yanti. Kebetulan Bu
Yanti sedang duduk di teras belakang rumahnya sambil mengerjakan sesuatu.
“Assalamualaikum,
Bu Yanti.”
“Waalaikumsalam.
Kamu membawa sampah seperti kemarin ya?”
“Iya,
bu. Hari ini saya dapat lebih banyak dari kemarin.”
“Hmm…ya
letakkan saja disitu dulu ya, nanti selesai ini baru kita bereskan
pembayarannya.” Sahut Bu Yanti sambil tersenyum. Wulan meletakkan barang yang
dibawanya di atas meja kayu besar yang terdpat di situ.
Wulan
mendekat ke arah Bu Yanti yang sedang mengerjakan sesuatu. Di sekelilingnya
banyak berserakan botol-botol plastic bekas, benang, lem, gunting dan alat-alat
lainnya.
“Bu
Yanti sedang membuat apa?” Tanya Wulan ingin tahu.
“Oh,
ini,,,ibu sedang mengerjakan tas pesanan orang,” sahut Bu Yanti tanpa
mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya.
“Sampah-sampah
plastik yang berserakan ini bisa kita buat aneka ragam hasil kerajinan.” Lanjutnya
lagi. “Kamu lihat Wulan, hanya dengan modal sampah dan kreatifitas, benda-benda
tak terpakai ini bisa disulap jadi tas dan tentu saja bisa kita jual dengan
harga yang terjangkau.
“Apa-apa
saja bahan yang kita butuhkan untuk membuat tas ini, bu?”
“Oh,
ini bahannya murah meriah saja. Coba kamu ambil plastik bekas aqua gelas itu
biar ibu jelaskan cara pembuatannya,” perintah bu Yanti. Wulan mengambil
plastik bekas aqua gelas lalu menyerahkannya pada Bu Yanti.
“Nah,
pinggiran atas plastik ini kita gunting hingga menyerupai bentuk lingkaran
kira-kira sejumlah lima puluh buah. Lalu kita balut dengan benang yang berwarna
keemasan ini atau dengan warna benang lain menurut motif yang kita kehendaki.
Lalu masing-masing lingkaran yang sudah kita balut dengan benang itu kita jalin
hingga menyatu lalu kita jahit dengan benang. Setelah cukup lebarnya dengan tas
yang ingin kita buat lalu kita bentuk hingga menyerupai bentuk tas. Untuk
bagian dalamnya bisa kita jahit kain perca atau sisa kain yang bisa kita dapatkan
dari tukang jahit.” Jelas Bu yanti panjang lebar.
Wulan
mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. Ternyata dari limbah palstik
bekas kita bisa membuat benda-benda yang indah dan memiliki daya jual, kata
Wulan dalam hati.
“Bu
Yanti, liburan yang akan datang ini, saya mau belajar sama bu Yanti cara
membuat tas ini ya Buk.”
“Boleh-boleh
saja Wulan. Ibu dengan senang hati akan mengajarkannya. Ibu senang berbagi ilmu
karena dengan berbagi ilmu kita mendapatkan pahala.”
Wulan
tersenyum sambil menganggukkan kepala. Satu jam kemudian Wulan pun berpamitan
karena harus membantu ibunya mencuci piring dan mengerjakan pekerjaan rumah
lainnya.
Tidak
terasa satu bulan sudah Wulan mengumpulkan sampah plastic bekas. Kemarin sore
dia membuka celengannya dan terkejut melihat uangnya ternyata sudah cukup untuk
membeli sepasang sepatu. Segera Wulan mengajak ibunya untuk menemaninya membeli
sepatu untuk Ratna. Awalnya ibunya kaget mengapa Wulan memiliki uang sendiri
untuk membeli sepatu. Setelah Wulan menjelaskan semuanya barulah ibunya
mengerti dan terharu melihat anaknya memiliki hati yang begitu baik dan
perhatian terhadap kesulitan orang lain.
Ketika
bel pulang sekolah berbunyi, Wulan menarik tangan Ratna yang ingin segera
keluar dari kelas.
“Ratna,
tunggu sebentar, jangan pulang dulu. Aku mau mengatakan sesuatu. Pentiiing….,”
ucap Wulan serius. Ratna membatalkan gerakannya sambil menatap Wulan dengan
wajah heran.
“Ada
apa sih Lan, aku udah lapar niihh. Tadi gak sempat sarapan tau,” omel Ratna
“Tunggu
sebentar sampai semuanya keluar kelas,” ujar Wulan lagi.
Dengan
perasaan tidak sabar Ratna menunggu sampai semua teman-teman sekelasnya keluar.
Kini hanya tinggal dia dan Wulan di kelas itu.
“Rat,…aku
mau memberikan ini buat kamu,” ucap Wulan pelan sambil mengeluarkan sebuah bungkusan
dari dalam tas nya.
“Apa
ini Lan?” Tanya Ratna keheranan. Perasaan dia tidak ulang tahun hari ini. Kok
Wulan tumben-tumbenan ya memberikannya hadiah.
“Bukalah,”
ucap Wulan sambil tersenyum.
Ratna
segera membuka kantong palstik dan mengeluarkan benda yang ada di dalamnya.
Ternyata kotak sepatu. Sambil menatap Wulan yang berdiri di hadapannya, Ratna
membuka kotak sepatu tersebut. Ratna terkejut melihat isinya sepatu baru
berwarna hitam lengkap dengan sepasang kaus kaki berwarna putih.
“Ini
untuk aku Lan?” tanyanya tak percaya.
“Iya
Rat, sepatu ini untuk kamu. Hadiah dari aku untuk kamu,” sahut Wulan.
“Tapi
kan aku tidak ulang tahun hari ini. Kok kamu ngasih hadiah, sih?” Ratna masih
belum mengerti.
“Lho,
apakah ada peraturannya kalau tidak ulang tahun tidak boleh memberikan hadiah?
Aku senang memberikan sesuatu buat kamu Rat, karena kamu sahabatku yang paling
baik,” ucap Wulan lagi.
Ratna
menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Wulan memberikannya hadiah sepatu ini
pasti karena sahabatnya itu tahu bahwa dia selama ini selalu memakai sepatu
lamanya yang sudah robek dan tidak bisa dijahit lagi.
“Kamu
dapat uang dari mana Lan?” Tanya Ratna.
“Ah..itu
tidak usah kamu fikirkan, nona manis. Yang penting sekarang kamu sudah punya
sepatu baru dan aku tidak mau lagi melihat kantong palstik hitam beserta isinya
itu,” jawab Wulan sambil tertawa. Ratna ikut tertawa mendengar jawaban Wulan
meskipun di sudut matanya ada air mata yang mengalir. Air mata terharu karena
dia memiliki sahabat yang sangat baik seperti Wulan. Meskipun Wulan bukan anak orang kaya, tapi dia tetap ingin
membantu kesusahan temannya dengan caranya sendiri.
Siang
itu matahari bersinar dengan lembutnya. Dua sahabat berjalan sambil
bergandengan tangan pulang sekolah menuju ke rumah masing-masing. Indahnya
sebuah persahabatan bila di dalamnya diisi dengan cinta dan saling pengertian.
SELESAI
The King Casino | Ventureberg
ReplyDeleteDiscover the rise and 바카라 fall of the king casino, ventureberg.com/ one of งานออนไลน์ the world's largest herzamanindir.com/ The Casino is operated by the King Casino Group. You can